Arsitek Indonesia

Achmad Noe’man(1926 ..)

 

 

Biografi

Arsitek Muslim yang terkenal pula sebagai perancang piawai masjid ini lahir di Garut pada Jumat, 11 Rabi’ul Awwal 1343 H/10 Oktober 1924 M. Setelah merampungkan pendidikannya di Hollandsch Inlandsche School (HIS) dan Meer Uitgebreid Lager Onderweijs (MULO) di tempat kelahirannya, di samping menimba ilmu di madrasah, putra Haji Mas Djamhari ini lantas meneruskan sekolahnya di Sekolah Menengah Atas (SMA) Muhammadiyah Ketanggungan, Yogyakarta.

Ketika Indonesia memasuki “zaman revolusi”, Noe’man muda bergabung dengan Divisi Siliwangi dan ditugaskan di Jakarta sambil sekolah di Sekolah Menengah Atas Republik. Lantas pada 1368 H/1948 M dia memasuki jurusan bangunan Fakultas Teknik, Universitas Indonesia (kini menjadi Institut Teknologi Bandung). Tapi, ia merasa kurang “nyaman” di bagian itu. Kebetulan kala itu terjadi penyerbuan pasukan Belanda atas Yogyakarta. Maka, dia tidak melanjutkan kuliahnya dan memasuki Corps Polisi Militer di Bandung dengan pangkat letnan dua. Karier militer ini dia tekuni sampai 1373 H/1953 M.

Masjid At-tin

Gambar

“Inallaha jamil yuhibbu jamal” dengan berpedoman pada hadist ini Acmad Noe’man mengimplementasikan pada masjid At-Tin. Karena pada hadist diatas dikatakan bahwa Allah itu indah dan menyukai keindahan. Maka nilai-nilai estetis dihadirkan di masjid At-Tin. Seperti karya-karya yang sebelumnya, pada masjid At-Tin ini Ahmad Nu’man memberikan Ruang khusus untuk wanita yang disebut sebagai Mezzanine. Agar wanita tidak terlihat oleh jama’ah laki-laki saat mereka melepas penutup auratnya dan mengantinya dengan pakaian Sholat. Pada masjid At-Tin, Ahmad Nu’man juga menghadirkan minaret sebagai sarana untuk menyebarkan suara Adzan kesegala penjuru dengan berpedoman pada hadist. dimana pada jaman Rasulullah SAW, Para sahabat Nabi mengumandangkan Adzan di atap-atap / tempat yang tinggi agar didengar oleh orang lain.  

Pada bagian muka (sisi timur) masjid, terdapat taman luas dengan pepohonan rindang yang mengitari plaza berbentuk lingkaran yang terbuat dari marmer berwarna krem. Dari plaza menuju arah muka masjid, terdapat jalan yang terletak di kanan dan kiri plaza. Bagian muka masjid tersebut secara terinci menampilkan tiga lekukan anak panah yang bagian tengahnya didominasi dengan warna abu-abu. Motif yang ditampilkan pada lekukan berbentuk anak panah ini sepintas menyerupai tebaran bunga, karena dihiasi oleh sejumlah gambar bermotif bunga di tengahnya. Selain tiga lekukan berbentuk anak panah tersebut, juga terdapat dua lekukan anak panah lagi (ukurannya lebih kecil) pada sisi kanan dan kiri dinding masjid.

Selain itu juga tampak dari bagian muka masjid sebuah kubah utama yang diapit oleh empat kubah kecil. Pada bangunan kubah-kubah kecil ini juga dipenuhi lekukan berbentuk anak panah yang lebih tinggi dan runcing.

 

Y.B Mangunwijaya Pr. (1929-1999)

Biografi

Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Pr. (lahir di AmbarawaKabupaten Semarang6 Mei 1929 – meninggal di Jakarta10 Februari 1999pada umur 69 tahun), dikenal sebagai rohaniwan, budayawan, arsitek, penulis, aktivis dan pembela wong cilik (bahasa Jawa untuk “rakyat kecil”). Ia juga dikenal dengan panggilan populernya, Rama Mangun (atau dibaca “Romo Mangun” dalam bahasa Jawa).

Romo Mangun adalah anak sulung dari 12 bersaudara pasangan suami istri Yulianus Sumadi dan Serafin Kamdaniyah.

Di tahun 1936, Y. B. Mangunwijaya masuk HIS Fransiscus Xaverius, MuntilanMagelang. Setelah tamat di tahu 1943, dia meneruskan ke ke STM Jetis, Yogyakarta, di mana dia mulai tertarik pada Sejarah Dunia dan Filsafat. Sebelum sekolah tersebut dibubarkan setahun kemudian, dia aktif mengikuti kingrohosi yang diadakan tentara Jepang di lapangan Balapan, Yogyakarta. Di tahun 1945, Y. B. Mangunwijaya bergabung sebagai prajurit TKR Batalyon X divisi III dan bertugas di asrama militer di Vrederburg, lalu di asrama militer diKotabaru, Yogyakarta. Dia sempat ikut dalam pertempuran di AmbarawaMagelang, dan Mranggen. Setahun kemudia, dia kembali melanjutkan sekolahnya di STM Jetis dan bergabung menjadi prajurit Tentara Pelajar.

Setelah lulus pada 1947, Agresi Militer Belanda I melanda Indonesia sehingga Y. B. Mangunwijaya kembali bergabung dalam TP Brigade XVII sebagai komandan TP Kompi Kedu.

  • 1948
    • Masuk SMU-B Santo Albertus, Malang
  • 1950
    • Sebagai perwakilan dari Pemuda Katolik menghadiri perayaan kemenangan RI di alun-alun kota Malang. Di sini Mangun mendengar pidato Mayor Isman yang kemudian sangat berpengaruh bagi masa depannya.
  • 1951
    • Lulus SMU-B Santo Albertus, melanjutkan ke Seminari Menengah Kotabaru, Yogyakarta.
  • 1952
  • 1953
  • 1959
  • 1960
  • 1963
  • 1966
    • Lulus pendidikan arsitektur dan kembali ke Indonesia.
  • 1967-1980
    • Menjadi Pastor Paroki di Gereja Santa Theresia, Desa Salam, Magelang.
    • Mulai berhubungan dengan pemuka agama lain, seperti Gus Dur dan Ibu Gedong Bagoes Oka.
    • Menjadi Dosen Luar Biasa jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UGM.
    • Mulai menulis artikel untuk koran Indonesia Raya dan Kompas, tulisan-tulisannya kebanyakan bertema: agama, kebudayaan, dan teknologi. Juga menulis cerpen dan novel.
  • 1975
    • Memenangkan Piala Kincir Emas, dalam cerpen yang diselenggarakan Radio Nederland.
  • 1978
  • 1980-1986
    • Mendampingi warga tepi Kali Code yang terancam penggusuran. Melakukan mogok makan menolak rencana penggusuran.
  • 1986-1994
    • Mendampingi warga Kedung Ombo yang menjadi korban proyek pembangunan waduk.
  • 1992
    • Mendapat The Aga Khan Award untuk arsitektur Kali Code.
  • 1994
    • Mendirikan laboratorium Dinamika Edukasi Dasar. Model pendidikan DED ini diterapkan di SD Kanisius Mangunan, di Kalasan, Sleman, Yogyakarta.
  • 1998 26 Mei
    • Romo Mangun menjadi salah satu pembicara utama dalam aksi demonstrasi peringatan terbunuhnya Moses Gatutkaca di Yogyakarta.

 

  • 10 Februari 1999
    • Wafat karena serangan jantung, setelah memberikan ceramah dalam seminar Meningkatkan Peran Buku dalam Upaya Membentuk Masyarakat Indonesia Baru di Hotel Le Meridien, Jakarta.

 

Pemukiman warga tepi Kali Code, Yogyakarta

GambarGambarGambar

Secara umum konstruksi rumah berbentuk huruf A dengan rangka dari bambu, dinding bilik bambu dan atap seng.Bahasa estetika dari Kali Code ini adalah bahasa estetika rakyat jelata yang tradisional, berwarna-warni, sederhana tanpa pretensi berindah-indah. Mungkin agak banal, tapi apa adanya. Namun selain estetika visual, dalam proyek ini terpendam juga estetika kemanusiaan yang justru lebih indah. Yaitu bagaimana sesuatu yang dicap jelek, kumuh, tidak bernilai ternyata mampu bertransformasi menjadi sesuatu yang bernilai, bahkan memberi nilai tambah pada estetika perkotaan.

Popo Danes

Biografi

Nyoman Popo Danes lahir di Denpasar, 6 Februari 1964. Lulusan Universitas Udayana yang terkenal supel dan terbuka ini menciptakan karya arsitekturnya yang pertama sedini usia 17 tahun. Karya-karyanya tidak hanya bisa disaksikan di tanah air, akan tetapi juga terdapat di berbagai kota penting di penjuru dunia.

Popo memperoleh berbagai penghargaan dari dalam dan luar negeri, antara lain Nomonasi The Aga Khan Award for Architecture 2004, Pemenang Pertama ASEAN Energy Award untuk Kategori Bangunan Tropis pada 2004 dan 2008, dan sebagainya. Popo juga membuka ruang publik kesenian dan kebudayaan di Denpasar, yakni Danes Art Veranda.

Villa Sanur

GambarGambar

Empat hal yang menjadi perhatian utama Popo dalam karya arsitektur, yaitu: arsitektur tropis, budaya, tourisme, dan Eco-friendly. Ciri-ciri dari karya beliau, antara lain: Penggunaan bahan bekas yang masih layak pakai, modern tetapi tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional ornamen Bali, dan memaksimalkan penggunaan bahan lokal.

 

 

 

Sumber : 

http://www.balebengong.net/kabar-anyar/2011/07/18/pameran-retrospektif-popo-danes.html

http://visualheritageblog.blogspot.com/2013/05/teori-dan-konsep-arsitektur-beberapa.html

http://id.wikipedia.org/

 

https://www.google.co.id/

One thought on “Arsitek Indonesia

Leave a comment